
“I am whatever you say I am.” Kalimat dari Eminem itu mencerminkan bagaimana Ravenman Timor Rootz melihat dirinya. Ia bukan siapa-siapa, hanya seorang manusia yang mencintai kultur Hip Hop. Perjalanan bermusiknya bermula dari kecintaan terhadap Linkin Park, terutama bagian rap yang dibawakan Mike Shinoda. Dari sana, ia jatuh hati pada teknik dan cara bertutur dalam rap.
Tumbuh di banyak tempat dan kini berdomisili di Kupang, ia melihat bagaimana budaya populer modern lebih dominan dibanding musik tradisional. Namun, ia juga menyadari adanya upaya komunitas lokal untuk tetap melestarikannya. Sejak 2011, setelah diskusi intens dengan Louz Don dan bertemu alm. Papa-Blink serta Umbu “Oeama” (Spaning Tasibuk), ia mulai memahami lebih dalam apa itu rap dan hip-hop.
MUSIK & PROSES KREATIF
Lirik-liriknya lahir dari cara ia melihat dunia. Setiap peristiwa, kejadian, dan momen di sekitarnya ia tafsirkan, lalu diterjemahkan ke dalam bait-bait lagu. Tidak ada pola tetap dalam proses kreatifnya—kadang lirik lebih dulu, kadang beat yang menginspirasi.
Banyak musisi yang berpengaruh dalam perjalanannya. Awalnya Mike Shinoda, lalu Wu-Tang Clan, Tupac, dan Biggie. Saat ini, ia tengah mendalami Eminem. Rilisan terakhirnya adalah “VIRUZ” pada Maret 2024 bersama alm. Putra Marck. Setelah itu, ia vakum dalam menulis lagu, meski dorongan dari pendengar untuk kembali berkarya terus berdatangan.
RAP & PERLAWANAN
Rap adalah musik perlawanan. Ia lahir dari perjuangan kaum kulit hitam dan menjadi suara bagi mereka yang tertindas. Tupac Shakur, Public Enemy, hingga Kendrick Lamar telah membuktikan bahwa rap bisa menjadi senjata untuk melawan ketidakadilan, rasisme, kemiskinan, dan kebrutalan polisi.
Di Timor, isu ketimpangan akses pendidikan, kesehatan, dan pelayanan dasar masih menjadi persoalan yang harus disuarakan. Musik adalah medium yang bisa memberikan suara kepada mereka yang selama ini tidak terdengar dan membangun solidaritas di antara masyarakat. Namun, bukan tanpa tantangan. Kepergian alm. Putra Marck meninggalkan kehampaan yang sulit diisi. Dalam situasi seperti ini, menemukan kembali pijakan untuk berkarya menjadi tantangan tersendiri.
Meski begitu, Ravenman percaya bahwa musik memiliki kekuatan untuk menciptakan ruang refleksi bagi masyarakat. Musik melintasi batas budaya dan bahasa, menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang. Dalam sejarah, musik telah menjadi simbol perlawanan dan kebangkitan gerakan sosial.
GERAKAN & MASA DEPAN
Skena rap di Timor terus bertumbuh. Menurut Ravenman: ESCB menjadi salah satu komunitas yang mendukung rap sebagai alat perjuangan. Di tingkat nasional, energi baru terus bermunculan, menghadirkan banyak hero-hero baru yang siap mengguncang panggung.
Bagi Ravenman, harapan utamanya sederhana; bisa kembali ke panggung, kembali menulis, kembali menyuarakan keresahan. Perjuangan belum selesai. Rap bukan sekadar musik, tapi juga napas kehidupan dan perlawanan.
“Real eyes realize real lies”
Leave a Reply